TUGAS TEKNIK LINGKUNGAN & AMDAL
JUDUL :
Penanganan Limbah Radio Aktif
NAMA : APRIYONO
PRASTIYO (28411646)
KELAS : 3 IC
02
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
.........................................................................................1
Bab II Mengenal Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) .......................................2
Bab III Limbah bahan Berbahaya dan Beracun ( B3) Radioaktif
.....................................5
Bab IV Penggunaan Radioisotop
......................................................................................8
Bab V Dampak Radio aktif
............................................................................................12
Bab VI Teknologi Pengolahan
Limbah
...........................................................................19
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penanganan Limbah Radio Aktif dari PLTN &
RUMAH SAKIT telah mengalami suatu perkembangan , sehingga limbah radio aktif
dimanfaatkan dalam semua cabang industri. Pada umumnya di PLTN & RUMAH
SAKIT digunakan pada bangunan tinggi. Dalam dunia teknologi, Limbah digunakan
dimanfaatkan sedemikian berguna yang didaur ulang sehingga dapat digunakan
menjadi sumber suatu fungsi dalam tenaga nuklir. Limbah mempunyai aktivitas
tinggi,sedang dan rendah lalu mempunyai umur paruh panjang dan pendek serta
mempunyai bentuk fisiknya yaitu padat,cair dan gas.
Akhir-akhir ini makin banyak
limbah-limbah dari pabrik,rumah tangga,perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan
sebagainya yang beripa cair,padat bahkan berupa zat gas dan semuanya itu
berbahaya bagi kehidupan kita.tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang
disebut dengan limbah B3(bahan berbahaya dan beracun).Hal tersebut sebenarnya
bukan merupakan masalah kecil dan sepele,karena apabila limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun(B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya,atau
bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menanganani limbah B3
tersebut,maka dampak yang luas dari Limbah Bahan Berbahaya dan beracun tersebut
akan semakin meluas,bahkan dampaknyapun akan sangat dirasakan bagi lingkungan
sekitar kita,dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus pada kehidupan
makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam jangka pendek ataupun dampak
yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa yang akan datang,dan kita tidak
akan tahu seberapa parah kelak dampak tersebut akan terjadi,namun seperti kata
pepatah”Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”,hal tersebut menjadi salah satu
aspek pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut,ketimbang menyaksikan dampak dari limbah
B3 tersebut telah terjadi dihadapan kita,dan kita semakin sulit untuk
menanggulanginya
Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita,bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menanggulanginya,khususnya pada masalah limbah Bahan Berbahaya dan(B3) Beracun tersebut
Dan yang menjadi permasalahannya sekarang adalah bagaimana cara mengatasi ataupun menanggulangi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut merupakan sesuatu yang sebenarnya harus menjadi perhatian khusus untuk pemerintah,dan bahka menjadi salah satu hal yang juga patut menjadi perhatian kita bersama.
Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Banyak hal yang yang sebelumnya perlu diketahui agar dalam penanggulangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut menjadi tepat dan bukannya malah menambahkan masalah pada limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut.Untuk itu pengenalan secara umum mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut sangatlah penting,baik dari segi penanggulangannya pada suatu tempat secara luas ataupun secara khusus,mengetahui klasifikasi didalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut,mengidentifikasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut,serat hal-hal lain yang menjadi pendukung dalam mengenal limbah B3 tersebut.
Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita,bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menanggulanginya,khususnya pada masalah limbah Bahan Berbahaya dan(B3) Beracun tersebut
Dan yang menjadi permasalahannya sekarang adalah bagaimana cara mengatasi ataupun menanggulangi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut merupakan sesuatu yang sebenarnya harus menjadi perhatian khusus untuk pemerintah,dan bahka menjadi salah satu hal yang juga patut menjadi perhatian kita bersama.
Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Banyak hal yang yang sebelumnya perlu diketahui agar dalam penanggulangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut menjadi tepat dan bukannya malah menambahkan masalah pada limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut.Untuk itu pengenalan secara umum mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut sangatlah penting,baik dari segi penanggulangannya pada suatu tempat secara luas ataupun secara khusus,mengetahui klasifikasi didalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut,mengidentifikasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut,serat hal-hal lain yang menjadi pendukung dalam mengenal limbah B3 tersebut.
Bab II
Mengenal Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)
Mengenal Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)
1.1 Pengertian Limbah B3
Pengertian limbah B3 berdasarkan
BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi
yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity,
flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
1.2 Sumber Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)
• Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarut kerak, pengemasan, dll.
• Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
• Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap.
• Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
• Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut.
• Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
1.3 Karakteristik B3
Secara konvensional terdapat 7 kelas bahan berbahaya, yaitu:
• Flammable (mudah terbakar), yaitu bahan padat, cair, uap, atau gas yang menyala dengan mudah dan terbakar secara cepat bila dipaparkan pada sumber nyala, misalnya: jenis pelarut ethanol, gas hidrogen, methane.
• Materi yang spontan terbakar, yaitu bahan padat atau cair yang dapat menyala secara spontan tanpa sumber nyala, mislanya karena perubahan panas, tekanan atau kegiatan oksidasi.
• Explosive (mudah meledak), yaitu materi yang dapat meledak karena adanya kejutan, panas atau mekanisme lain, misalnya dinamit.
• Oxidizer (pengoksidasi), yaitu materi yang menghasilkan oksigen, baik dalam kondisi biasa atau bila terpapar dengan panas, misalnya amonium nitrat dan benzoyl perioksida.
• Corrosive, bahan padat atau cair yang dapat membakar atau merusak jaringan kulit bila berkontak dengannya.
• Toxic, yaitu bahan beracun yang dalam dosis kecil dapat membunuh atau mengganggu kesehatan, seperti hidrogen sianida.
1.4 Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
Mendestruksi organisme patogen
Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Concentratiothickening
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
Mendestruksi organisme patogen
Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Concentratiothickening
Tahapan ini bertujuan untuk
mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan
padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener
dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal
sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya.
Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit
pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
2)Treatment,stabilization,andconditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
2)Treatment,stabilization,andconditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
3) De-wateringanddrying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang
terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang
biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan
belt press.
4) Disposal
Disposal ialah proses pembuangan
akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah
pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
2.
Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong,
teknologi solidification/ stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah
limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses
pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju
migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah
tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu
bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali
terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses
solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6
golongan, yaitu:
1)
Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus
dalam matriks struktur yang besar
2) Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
3) Precipitation
4) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
6) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkanKep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
2) Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
3) Precipitation
4) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
6) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkanKep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration )
adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi
mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat).
Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat
karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata
ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi
dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana
sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang
dengan cepat. Selain itu,insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Bab III
Limbah bahan Berbahaya dan Beracun ( B3) Radioaktif
Tahukah anda bahwa di sekitar kita ternyata banyak sekali terdapat radiasi? Disadari ataupun tanpa disadari ternyata disekitar kita baik dirumah, di kantor, dipasar, dilapangan, maupun ditempat-tempat umum lainnya ternyata banyak sekali radiasi. Yang perlu diketahui selanjutnya adalah sejauh mana radiasi tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan kita.
Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Beberapa contohnya adalah perambatan panas, perambatan cahaya, dan perambatan gelombang radio. Selain radiasi, energi dapat juga dipindahkan dengan cara konduksi, kohesi, dan konveksi. Dalam istilah sehari-hari radiasi selalu diaso-siasikan sebagai radioaktif sebagai sumber radiasi pengion.
Secara garis besar ada dua jenis radiasi yakni radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang dapat menyebabkan proses terlepasnya electron dari atom sehingga terbentuk pasangan ion. Karena sifatnya yang dapat mengionisasi bahan termasuk tubuh kita maka radiasi pengion perlu diwaspadai adanya utamanya mengenai sumber-sumbernya, jenis-jenis, sifat-nya, akibatnya, dan bagaimana cara menghindarinya.
Tahukah anda bahwa di sekitar kita ternyata banyak sekali terdapat radiasi? Disadari ataupun tanpa disadari ternyata disekitar kita baik dirumah, di kantor, dipasar, dilapangan, maupun ditempat-tempat umum lainnya ternyata banyak sekali radiasi. Yang perlu diketahui selanjutnya adalah sejauh mana radiasi tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan kita.
Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Beberapa contohnya adalah perambatan panas, perambatan cahaya, dan perambatan gelombang radio. Selain radiasi, energi dapat juga dipindahkan dengan cara konduksi, kohesi, dan konveksi. Dalam istilah sehari-hari radiasi selalu diaso-siasikan sebagai radioaktif sebagai sumber radiasi pengion.
Secara garis besar ada dua jenis radiasi yakni radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang dapat menyebabkan proses terlepasnya electron dari atom sehingga terbentuk pasangan ion. Karena sifatnya yang dapat mengionisasi bahan termasuk tubuh kita maka radiasi pengion perlu diwaspadai adanya utamanya mengenai sumber-sumbernya, jenis-jenis, sifat-nya, akibatnya, dan bagaimana cara menghindarinya.
2.1 Sumber Radiasi
Berdasarkan asalnya sumber radiasi
pengion dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber radiasi alam yang sudah ada di
alam ini sejak terbentuknya, dan sumber radiasi buatan yang sengaja dibuat oleh
manusia untuk berbagai tujuan.
Sumber Radiasi Alam
Radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi alam disebut
juga sebagai radiasi latar belakang. Radiasi ini setiap harinya memajan manusia
dan merupakan radiasi terbesar yang diterima oleh manusia yang tidak bekerja di
tempat yang menggunakan radioaktif atau yang tidak menerima radiasi berkaitan
dengan kedokteran atau kesehatan. Radiasi latar belakang yang diterima oleh
seseorang dapat berasal dari tiga sumber utama yaitu :
1. Sumber radiasi kosmis
Radiasi kosmis berasal dari angkasa luar, sebagian berasal
dari ruang antar bintang dan matahari. Radiasi ini terdiri dari partikel dan
sinar yang berenergi tinggi dan berinteraksi dengan inti atom stabil di
atmosfir membentuk inti radioaktif seperti Carbon -14, Helium-3, Natrium -22,
dan Be-7. Atmosfir bumi dapat mengurangi radiasi kosmik yang diterima oleh
manusia. Tingkat radiasi dari sumber kosmik ini bergantung kepada ketinggian,
yaitu radiasi yang diterima akan semakin besar apabila posisinya semakin
tinggi. Tingkat radiasi yang diterima seseorang juga tergantung pada letak geografisnya.
2. Sumber radiasi terestrial
Radiasi terestrial secara natural
dipancarkan oleh radionuklida di dalam kerak bumi. Radiasi ini dipancarkan oleh
radionuklida yang disebut primordial yang ada sejak terbentuknya bumi.
Radionuklida yang ada dalam kerak bumi terutama adalah deret Uranium, yaitu
peluruhan berantai mulai dari Uranium-238, Plumbum-206, deret Actinium (U-235,
Pb-207) dan deret Thorium (Th-232, Pb-208).
Radiasi teresterial terbesar yang
diterima manusia berasal dari Radon (R-222) dan Thoron (Ra-220) karena dua
radionuklida ini berbentuk gas sehingga bisa menyebar kemana-mana.
Tingkat radiasi yang diterima seseorang dari radiasi teresterial ini berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain bergantung pada konsentrasi sumber radiasi di dalam kerak bumi. Beberapa tempat di bumi yang memiliki tingkat radiasi diatas rata-rata misalnya Pocos de Caldas dan Guarapari di Brazil, Kerala dan Tamil Nadu di India, dan Ramsar di Iran.
Tingkat radiasi yang diterima seseorang dari radiasi teresterial ini berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain bergantung pada konsentrasi sumber radiasi di dalam kerak bumi. Beberapa tempat di bumi yang memiliki tingkat radiasi diatas rata-rata misalnya Pocos de Caldas dan Guarapari di Brazil, Kerala dan Tamil Nadu di India, dan Ramsar di Iran.
3. Sumber radiasi internal yang berasal dari dalam tubuh sendiri
Sumber radiasi ini ada di dalam
tubuh manusia sejak dilahirkan, dan bisa juga masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, pernafasan, atau luka. Radiasi internal ini terutama diterima
dari radionuklida C-14, H-3, K-40, Radon, selain itu masih ada sumber lain
seperti Pb-210, Po-210, yang banyak berasal dari ikan dan kerang-kerangan.
Buah-buahan biasanya mengandung unsur K-40.
Sumber Radiasi Buatan
Sumber radiasi buatan telah diproduksi sejak abad ke 20,
dengan ditemuk-annya sinar-X oleh WC Rontgen. Saat ini sudah banyak sekali
jenis dari sumber radiasi buatan baik yang berupa zat radioaktif dan sumber
pembangkit radiasi (pesawat sinar-X dan akselerator).
Radioaktif dapat dibuat oleh manusia berdasarkan reaksi inti antara nuklida yang tidak radioaktif dengan neutron atau biasa disebut sebagai reaksi fisi di dalam reactor atom. Radionuklida buatan ini bisa memancarkan radiasi alpha, beta, gamma dan neutron.
Sumber pembangkit radiasi yang lazim dipakai yakni pesawat sinar-X dan akselerator. Proses terbentuknya sinar-X adalah sebagai akibat adanya arus listrik pada filamen yang dapat menghasilkan awan elektron di dalam tabung hampa. Sinar-X akan terbentuk ketika berkas elektron ditumbukan pada bahan target.
Radioaktif dapat dibuat oleh manusia berdasarkan reaksi inti antara nuklida yang tidak radioaktif dengan neutron atau biasa disebut sebagai reaksi fisi di dalam reactor atom. Radionuklida buatan ini bisa memancarkan radiasi alpha, beta, gamma dan neutron.
Sumber pembangkit radiasi yang lazim dipakai yakni pesawat sinar-X dan akselerator. Proses terbentuknya sinar-X adalah sebagai akibat adanya arus listrik pada filamen yang dapat menghasilkan awan elektron di dalam tabung hampa. Sinar-X akan terbentuk ketika berkas elektron ditumbukan pada bahan target.
2.2
Radioaktifitas yang Direkomendasikan
Berdasarkan
ketentuan International Atomic Energy Agency, zat radioaktif adalah setiap zat
yang memancarkan radiasi pengion dengan aktifitas jenis lebih besar dari 70
kilo Becquerel per kilogram atau 2 nanocurie per gram. Angka 70 kBq/kg atau 2
nCi/g tersebut merupakan patokan dasar untuk suatu zat dapat disebut zat
radioaktif pada umumnya. Jadi untuk radioaktif dengan aktifitas lebih kecil
dapat dianggap sebagai radiasi latar belakang.
Besarnya dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi tidak boleh melebihi 50 milisievert per tahun, sedangkan besarnya dosis radiasi yang diterima oleh masyarakat pada umumnya tidak boleh lebih dari 5 milisievert per tahun.
Di Koran-koran dan televisi, kita sering melihat artikel-artikel atau tayangan yang berkaitan dengan nuklir, apakah itu mengenai rencana pembangunan PLTN di Muria atau mengenai kebocoran air radioaktif dari PLTN Jepang setelah diguncang gempa. Sering diberitakan pula mengenai kecelakaan reaktor Chernobyl di Uni Sovyet yang menyebabkan kerusakan lingkungan, dan menyebabkan penyebaran zat radioaktif kemana mana. Juga bahaya-bahaya yang ditimbulkannya. Apabila kita mendengar kata radiasi nuklir atau unsur-unsur radioaktif pada tayangan tersebut, yang terbayang dalam benak kita adalah ledakan bom atom, orang yang terkena kanker dan bayangan-bayangan mengerikan lainnya.
Besarnya dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi tidak boleh melebihi 50 milisievert per tahun, sedangkan besarnya dosis radiasi yang diterima oleh masyarakat pada umumnya tidak boleh lebih dari 5 milisievert per tahun.
Di Koran-koran dan televisi, kita sering melihat artikel-artikel atau tayangan yang berkaitan dengan nuklir, apakah itu mengenai rencana pembangunan PLTN di Muria atau mengenai kebocoran air radioaktif dari PLTN Jepang setelah diguncang gempa. Sering diberitakan pula mengenai kecelakaan reaktor Chernobyl di Uni Sovyet yang menyebabkan kerusakan lingkungan, dan menyebabkan penyebaran zat radioaktif kemana mana. Juga bahaya-bahaya yang ditimbulkannya. Apabila kita mendengar kata radiasi nuklir atau unsur-unsur radioaktif pada tayangan tersebut, yang terbayang dalam benak kita adalah ledakan bom atom, orang yang terkena kanker dan bayangan-bayangan mengerikan lainnya.
Padahal,
kalau kita membaca buku fisika atau kimia mengenai radiasi nuklir dan partikel
radioaktif (radionuklida), kita akan tahu bahwa sebenarnya yang kita makan,
kita hirup dan kita serap sehari-hari juga mengandung hal-hal itu.
Jadi radiasi nuklir atau partikel radioaktif bukanlah
semata-mata sesuatu yang terpendam di bumi dan diambil orang untuk membuat bom
atom atau untuk mencemari lingkungan dengan air radioaktif, seperti yang banyak
dipropagandakan.
Gejala keradioaktifan (radioaktifitas) pertama kali
ditemukan secara tidak sengaja oleh Henry Becquerel pada suatu garam uranium.
Selanjutnya Pierre & Marry currie menemukan zat-zat radioaktif lainnya
yaitu polonium dan radium. Zat-zat radioaktif adalah suatu zat yang aktif
memancarkan radiasi baik berupa partikel maupun berupa gekombang
elektromagnetik.
2.3
Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi
dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio
nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran
nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau
gas. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga
menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah
non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan
(berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahanmakanan, sayur dan lain-lain).
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik
fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang
dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen.
Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akanmengandung bahan-bahan
organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji
air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-lain.
Bab IV
Penggunaan Radioisotop
4.1
Radioisotop digunakan sebagai perunut dan sumber radiasi
Dewasa ini, penggunaan radioisotop
untuk maksud-maksud damai (untuk kesejahteraan umat manusia) berkembang dengan
pesat. Pusat listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah salah satu contoh yang sangat
populer. PLTN ini memanfaatkan efek panas yang dihasilkan reaksi inti suatu
radioisotop , misalnya U-235. Selain untuk PLTN, radioisotop juga telah
digunakan dalam berbagai bidang misalnya industri, teknik, pertanian,
kedokteran, ilmu pengetahuan, hidrologi, dan lain-lain.
Pada bab ini kita akan membahas dua penggunaan radioistop, yaitu sebagai perunut (tracer) dan sumber radiasi. Pengunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada ikataan bahwa isotop radioaktif mempunyai sifat kirnia yang sama dengan isotop stabil. Jadi suatu isotop radioaktif melangsungkan reaksi kimia, yang sama seperti isotop stabilnya. Sedangkan penggunaan radioisotop sebagai sumber radiasi didasarkan pada kenyataan bahwa radiasi yang dihasilkan zat radioaktif dapat mempengaruhi materi maupun mahluk. Radiasi dapat digunakan untuk memberi efek fisis: efek kimia, maupun efek biologi. Oleh karena itu, sebelum membahas pengunaan radioisotop kita akan mengupas terlebih dahulu tentang satuan radiasi dan pengaruh radiasi terhadap materi dan mahluk hidup.
4.2 Satuan Radiasi
Berbagai satuan digunakan untuk menyatakan intensitas atau jumlah radiasi bergantung pada jenis yang diukur.
Pada bab ini kita akan membahas dua penggunaan radioistop, yaitu sebagai perunut (tracer) dan sumber radiasi. Pengunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada ikataan bahwa isotop radioaktif mempunyai sifat kirnia yang sama dengan isotop stabil. Jadi suatu isotop radioaktif melangsungkan reaksi kimia, yang sama seperti isotop stabilnya. Sedangkan penggunaan radioisotop sebagai sumber radiasi didasarkan pada kenyataan bahwa radiasi yang dihasilkan zat radioaktif dapat mempengaruhi materi maupun mahluk. Radiasi dapat digunakan untuk memberi efek fisis: efek kimia, maupun efek biologi. Oleh karena itu, sebelum membahas pengunaan radioisotop kita akan mengupas terlebih dahulu tentang satuan radiasi dan pengaruh radiasi terhadap materi dan mahluk hidup.
4.2 Satuan Radiasi
Berbagai satuan digunakan untuk menyatakan intensitas atau jumlah radiasi bergantung pada jenis yang diukur.
1. Curie(Ci) dan Becquerrel (Bq)
Curie dan Bequerrel adalah satuan
yang dinyatakan untuk menyatakan keaktifan yakni jumlah disintegrasi
(peluruhan) dalam satuan waktu. Dalam sistem satuan SI, keaktifan dinyatakan
dalam Bq. Satu Bq sama dengan satu disintegrasi per sekon.
1Bq = 1 dps
dps = disintegrasi per sekon
Satuan lain yang juga biasa digunakan ialah Curie. Satu Ci ialah keaktifan yang setara dari 1 gram garam radium, yaitu 3,7.1010 dps.
1Ci = 3,7.1010 dps = 3,7.1010 Bq
2. Gray (gy) dan Rad (Rd)
dps = disintegrasi per sekon
Satuan lain yang juga biasa digunakan ialah Curie. Satu Ci ialah keaktifan yang setara dari 1 gram garam radium, yaitu 3,7.1010 dps.
1Ci = 3,7.1010 dps = 3,7.1010 Bq
2. Gray (gy) dan Rad (Rd)
Gray dan Rad adalah satuan yang
digunakan untuk menyatakan keaktifan yakni jumlah (dosis) radiasi yang diserap
oleh suatu materi. Rad adalah singkatan dari 11 radiation absorbed dose. Dalam
sistem satuan SI, dosis dinyatakan dengan Gray (Gy). Satu Gray adalah absorbsi
1 joule per kilogram materi.
1 Gy = 1 J/kg
Satu rad adalah absorbsi 10-3 joule energi/gram jaringan.
1 Rd = 10-3 J/g
Hubungan grey dengan fad
1 Gy = 100 rd
Satu rad adalah absorbsi 10-3 joule energi/gram jaringan.
1 Rd = 10-3 J/g
Hubungan grey dengan fad
1 Gy = 100 rd
3. Rem
Daya perusak dari sinar-sinar
radioaktif tidak saja bergantung pada dosis tetapi juga pada jenis radiasi itu
sendiri. Neutron, sebagai contoh, lebih berbahaya daripada sinar beta dengan
dosis dan intensitas yang sama. Rem adalah satuan dosis setelah memperhitungkan
pengaruh radiasi pada mahluk hidup (rem adalah singkatan dari radiation
equiwlen for man)
4.3 Pengaruh Radiasi pada Materi
Radiasi menyebabkan penumpukan energi pada materi yang dilalui. Dampak yang ditimbulkan radiasi dapat berupa ionisasi, eksitasi, atau pemutusan ikatan kimia. Ionisasi: dalam hal ini partikel radiasi menabrak elektron orbital dari atom atau molekul zat yang dilalui sehinga terbentuk ion positip dan elektron terion.
Eksitasi: dalam hal ini radiasi tidak menyebabkan elektron terlepas dari atom atau molekul zat tetapi hanya berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Pemutusan Ikatan Kimia: radiasi yang dihasilkan oleh zat radioaktif rnempunyai energi yang dapat mernutuskan ikatan-ikatan kimia.
4.4 Pengaruh Radiasi pada mahluk hidup
Walaupun energi yang ditumpuk sinar
radioaktif pada mahluk hidup relatif kecil tetapi dapat menimbulkan pengaruh
yang serius. Hal ini karena sinar radioaktif dapat mengakibatkan ionisasi,
pemutusan ikatan kimia penting atau membentuk radikal bebas yang reaktif.
Ikatan kimia penting misalnya ikatan pada struktur DNA dalam kromosom.
Perubahan yang terjadi pada struktur DNA akan diteruskan pada sel berikutnya
yang dapat mengakibatkan kelainan genetik, kanker dll.
Pengaruh radiasi pada manusia atau mahluk hidup juga bergantung pada waktu paparan. Suatu dosis yang diterima pada sekali paparan akan lebih berbahaya daripada bila dosis yang sama diterima pada waktu yang lebih lama.
Secara alami kita mendapat radiasi dari lingkungan, misalnya radiasi sinar kosmis atau radiasi dari radioakif alam. Disamping itu, dari berbagai kegiatan seperti diagnosa atau terapi dengan sinar X atau radioisotop. Orang yang tinggal disekitar instalasi nuklir juga mendapat radiasi lebih banyak, tetapi masih dalam batas aman.
Pengaruh radiasi pada manusia atau mahluk hidup juga bergantung pada waktu paparan. Suatu dosis yang diterima pada sekali paparan akan lebih berbahaya daripada bila dosis yang sama diterima pada waktu yang lebih lama.
Secara alami kita mendapat radiasi dari lingkungan, misalnya radiasi sinar kosmis atau radiasi dari radioakif alam. Disamping itu, dari berbagai kegiatan seperti diagnosa atau terapi dengan sinar X atau radioisotop. Orang yang tinggal disekitar instalasi nuklir juga mendapat radiasi lebih banyak, tetapi masih dalam batas aman.
4.5 Radioaktif Sebagai Perunut.
Sebagai perunut, radoisotop
ditambahkan ke dalam suatu sistem untuk mempelajari sistem itu, baik sistern
fisika, kimia maupun sistem biologi. Oleh karena radioisotop mempunyai sifat
kimia yang sama seperti isotop stabilnya, maka radioisotop dapat digunakan
untuk menandai suatu senyawa sehingga perpindahan perubahan senyawa itu dapat
dipantau.
A. Bidang kedokteran
berbagai jenis radio isotop
digunakan sebagai perunut untuk mendeteksi (diagnosa) berbagai jenis penyakit
al:teknesium (Tc-99), talium-201 (Ti-201), iodin 131(1-131), natrium-24 (Na-24),
ksenon-133 (xe-133) dan besi (Fe-59). Tc-99 yang disuntikkan ke dalam pembuluh
darah akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu,
seperti jantung, hati dan paru-paru Sebaliknya Ti-201 terutama akan diserap
oleh jaringan yang sehat pada organ jantung. Oleh karena itu, kedua isotop itu
digunakan secara bersama-sama untuk mendeteksi kerusakan kerusakan pada
kelenjar gondok, hati dan untuk mendeteksi tumor otak.
Larutan garam yang mengandung Na-24
disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mendeteksi adanya gangguan peredaran
darah misalnya apakah ada penyumbatan dengan mendeteksi sinar gamma yang
dipancarkan isotop Natrium tsb.
Xe-133 digunakan untuk mendeteksi penyakit paru-paru. P-32 untuk penyakit mata, tumor dan hati. Fe-59 untuk mempelajari pembentukan sel darah merah. Kadang-kadang, radioisotop yang digunakan untuk diagnosa, juga digunakan untuk terapi yaitu dengan dosis yang lebih kuat misalnya, 1-131 juga digunakan untuk terapi kanker kelenjar tiroid.
Xe-133 digunakan untuk mendeteksi penyakit paru-paru. P-32 untuk penyakit mata, tumor dan hati. Fe-59 untuk mempelajari pembentukan sel darah merah. Kadang-kadang, radioisotop yang digunakan untuk diagnosa, juga digunakan untuk terapi yaitu dengan dosis yang lebih kuat misalnya, 1-131 juga digunakan untuk terapi kanker kelenjar tiroid.
B. Bidang lndustri
Untuk mempelajari pengaruh oli dan
afditif pada mesin selama mesin bekerja digunakan suatu isotop sebagai perunut,
Dalam hal ini, piston, ring dan komponen lain dari mesin ditandai dengan isotop
radioaktif dari bahan yang sama.
C. Bidang Hidrologi.
1.Mempelajari kecepatan aliran sungai.
2.Menyelidiki kebocoran pipa air bawah tanah.
D. Bidang Biologis
1. Mempelajari kesetimbangan dinamis.
2. Mempelajari reaksi pengesteran.
3. Mempelajari mekanisme reaksi fotosintesis.
4.6 Radioisotop sebagai sumber radiasi.
A. Bidang Kedokteran
1) Sterilisasi radiasi.
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional (menggunakan bahan kimia), yaitu:
a) Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme.
b) Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia.
c) Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional, yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada kemungkinan terkena bibit penyakit.
2) Terapi tumor atau kanker.
Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut.
B. Bidang pertanian.
1) Pemberantasan homo dengan teknik jantan mandul
Radiasi dapat mengakibatkan efek
biologis, misalnya hama kubis. Di laboratorium dibiakkan hama kubis dalam
bentuk jumlah yang cukup banyak. Hama tersebut lalu diradiasi sehingga serangga
jantan menjadi
mandul.
Setelah itu hama dilepas di
daerah yang terserang hama. Diharapkan akan terjadi perkawinan antara hama
setempat dengan jantan mandul dilepas. Telur hasil perkawinan seperti itu tidak
akan menetas. Dengan demikian reproduksi hama tersebut terganggu dan akan
mengurangi populasi.
2) Pemuliaan tanaman
Pemuliaan
tanaman atau pembentukan bibit unggul dapat dilakukan dengan menggunakan
radiasi. Misalnya pemuliaan padi, bibit padi diberi radiasi dengan dosis yang
bervariasi, dari dosis terkecil yang tidak membawa pengaruh hingga dosis rendah
yang mematikan. Biji yang sudah diradiasi itu kemudian disemaikan dan ditaman
berkelompok menurut ukuran dosis radiasinya.
3) Penyimpanan makanan
Kita mengetahui bahwa bahan makanan
seperti kentang dan bawang jika disimpan lama akan bertunas. Radiasi dapat
menghambat pertumbuhan bahan-bahan seperti itu. Jadi sebelum bahan tersebut di
simpan diberi radiasi dengan dosis tertentu sehingga tidak akan bertunas,
dengan dernikian dapat disimpan lebih lama.
C. Bidang Industri
1) Pemeriksaan tanpa merusak.
Radiasi
sinar gamma dapat digunakan untuk memeriksa cacat pada logam atau sambungan
las, yaitu dengan meronsen bahan tersebut. Tehnik ini berdasarkan sifat bahwa
semakin tebal bahan yang dilalui radiasi, maka intensitas radiasi yang
diteruskan makin berkurang, jadi dari gambar yang dibuat dapat terlihat apakah
logam merata atau ada bagian-bagian yang berongga didalamnya. Pada bagian yang
berongga itu film akan lebih hitam.
2) Mengontrol ketebalan bahan
Ketebalan
produk yang berupa lembaran, seperti kertas film atau lempeng logam dapat
dikontrol dengan radiasi. Prinsipnya sama seperti diatas, bahwa intensitas
radiasi yang diteruskan bergantung pada ketebalan bahan yang dilalui. Detektor
radiasi dihubungkan dengan alat penekan. Jika lembaran menjadi lebih tebal,
maka intensitas radiasi yang diterima detektor akan berkurang dan mekanisme
alat akan mengatur penekanan lebih kuat sehingga ketebalan dapat dipertahankan.
3) Pengawetan hahan
Radiasi juga telah banyak digunakan
untuk mengawetkan bahan seperti kayu, barang-barang seni dan lain-lain. Radiasi
juga dapat menningkatkan mutu tekstil karena inengubah struktur serat sehingga
lebih kuat atau lebih baik mutu penyerapan warnanya. Berbagai jenis makanan
juga dapat diawetkan dengan dosis yang aman sehingga dapat disimpan lebih lama.
Bab
V
Dampak Radioaktif
Pengertian atau arti definisi pencemaran radioaktif adalah suatu pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu radioaktif akibat terjadinya ledakan reaktor-reaktor atom serta bom atom. Yang paling berbahaya dari pencemaran radioaktif seperti nuklir adalah radiasi sinar alpha, beta dan gamma yang sangat membahayakan makhluk hidup di sekitarnya. Selain itu partikel-partikel neutron yang dihasilkan juga berbahaya. Zat radioaktif pencemar lingkungan yang biasa ditemukan adalah 90SR merupakan karsinogen tulang dan 131J. Tak bisa dipungkiri, radioaktif yang dimanfaatkan diberbagai industri termasuk di dunia kedokteran, memiliki kegunaan yang luar biasa efektif dan efisien. Namun kita pun tak bisa menutup mata, dibalik berbagai keuntungan positif penggunaan radioaktif, kecelakaan pun kerap mengintai orang-orang yang berurusan dengan zat itu. Misalnya, berbagai keluhan dan penyakit tertentu,hingga terjadinya kematian.
Pengertian atau arti definisi pencemaran radioaktif adalah suatu pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu radioaktif akibat terjadinya ledakan reaktor-reaktor atom serta bom atom. Yang paling berbahaya dari pencemaran radioaktif seperti nuklir adalah radiasi sinar alpha, beta dan gamma yang sangat membahayakan makhluk hidup di sekitarnya. Selain itu partikel-partikel neutron yang dihasilkan juga berbahaya. Zat radioaktif pencemar lingkungan yang biasa ditemukan adalah 90SR merupakan karsinogen tulang dan 131J. Tak bisa dipungkiri, radioaktif yang dimanfaatkan diberbagai industri termasuk di dunia kedokteran, memiliki kegunaan yang luar biasa efektif dan efisien. Namun kita pun tak bisa menutup mata, dibalik berbagai keuntungan positif penggunaan radioaktif, kecelakaan pun kerap mengintai orang-orang yang berurusan dengan zat itu. Misalnya, berbagai keluhan dan penyakit tertentu,hingga terjadinya kematian.
Menurut Arifin S Kurtiono, Sekretaris Umum Bapeten (Badan
Pengawas Tenaga Nuklir-dulu lebih dikenal dengan nama BATAN, dalam dunia
kedokteran zat radioaktif dimanfaatkan untuk therapy, misalnya Tele-therapy dan
Brachy-therapy, serta Kedokteran Nuklir.
Pengertian Zat Radioaktif sendiri menurut UU No. 10/1997 tentang ketenaganukliran, adalah setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktifitas jenis lebih besar dari 70kBq/Kg. Sedangkan Limbah Radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi.
Kecelakaan akibat radiasi bisa terjadi karena sumber radiasi (zat radioaktif ataupun limbah radioaktif) yang digunakan industri maupun rumah sakit itu, hilang, dicuri, ataupun lepas dari pengelolaan atau pengawasan yang semestinya.
Hampir di seluruh dunia yang melakukan kegiatan pemanfaatan radiasi, pernah mengalami kecelakaan yang disebabkan zat ataupun limbah radioaktif. Informasi dari Bapeten menyebutkan, kecelakaan radiasi terjadi pada fasilitas konversi JCO (anak perusahaan Sumitomo Metal Mining Co) Jepang, tepatnya di kota Tokaimura pada 30 September 1999. Korban radiasi tercatat 62 orang karyawan JCO, 7 orang penduduk sekitar, dan menewaskan satu orang.
Di Brazil, tahun 1985 perangkat Tele-therapy yang terbengkalai karena reruntuhan rumah sakit menyebabkan 4 korban jiwa dalam bulan pertama. Sekitar 112 ribu orang harus dimonitor (249 orang diantaranya telah tanah (setara 275 gerbong kereta) dan puingnya3terkontaminasi), 3500 m harus dipindahkan statusnya menjadi limbah radioaktif yang berbahaya.
Beberapa kecelakaan akibat radioaktif juga terjadi di San Salvador, El Savador (1989), Soreq, Israel (1990), Hanoi, Vietnam (1992), dan di San Jose, Costarica (1996). Di Indonesia sendiri, kecelakaan radiasi terjadi pada bulan Januari 1998 di salah satu rumah sakit, yang menewaskan satu orang.
Pengertian Zat Radioaktif sendiri menurut UU No. 10/1997 tentang ketenaganukliran, adalah setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktifitas jenis lebih besar dari 70kBq/Kg. Sedangkan Limbah Radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi.
Kecelakaan akibat radiasi bisa terjadi karena sumber radiasi (zat radioaktif ataupun limbah radioaktif) yang digunakan industri maupun rumah sakit itu, hilang, dicuri, ataupun lepas dari pengelolaan atau pengawasan yang semestinya.
Hampir di seluruh dunia yang melakukan kegiatan pemanfaatan radiasi, pernah mengalami kecelakaan yang disebabkan zat ataupun limbah radioaktif. Informasi dari Bapeten menyebutkan, kecelakaan radiasi terjadi pada fasilitas konversi JCO (anak perusahaan Sumitomo Metal Mining Co) Jepang, tepatnya di kota Tokaimura pada 30 September 1999. Korban radiasi tercatat 62 orang karyawan JCO, 7 orang penduduk sekitar, dan menewaskan satu orang.
Di Brazil, tahun 1985 perangkat Tele-therapy yang terbengkalai karena reruntuhan rumah sakit menyebabkan 4 korban jiwa dalam bulan pertama. Sekitar 112 ribu orang harus dimonitor (249 orang diantaranya telah tanah (setara 275 gerbong kereta) dan puingnya3terkontaminasi), 3500 m harus dipindahkan statusnya menjadi limbah radioaktif yang berbahaya.
Beberapa kecelakaan akibat radioaktif juga terjadi di San Salvador, El Savador (1989), Soreq, Israel (1990), Hanoi, Vietnam (1992), dan di San Jose, Costarica (1996). Di Indonesia sendiri, kecelakaan radiasi terjadi pada bulan Januari 1998 di salah satu rumah sakit, yang menewaskan satu orang.
Rumah sakit memang salah satu
pengguna cukup besar dalam pemanfaatan tenaga nuklir. Data dari Bapeten
menunjukkan sebanyak 24 rumah sakit di Indonesia memanfaatkan radiasi untuk
radiodiagnosis (pemeriksaan) dan radioterapi (pengobatan). Beberapa bahan
radioaktif yang banyak digunakan rumah-rumah sakit tersebut, adalah Co (Cobalt
60), Ra-226, Cs-137, Ir-192, I-125, SR-90, Am-241, I-153, dan lainnya.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif (P2LPR) BATAN Serpong Drs Gunanjar MSc, dari 24 rumah sakit yang memiliki bahan radioaktif, baru sekitar 7 rumah sakit yang limbahnya disimpan di tempatnya. Beberapa rumah sakit masih menyimpan limbah radioaktifnya di tempat penyimpanan sementara di rumah sakit. Meski penyimpanan sementara ini tergolong cukup aman karena mendapatkan perizinan dan pengawasan ketat dari Bapeten, akan lebih baik jika limbah radioaktif itu disimpan ditempat semestinya yang aman dan terkelola dengan baik.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif (P2LPR) BATAN Serpong Drs Gunanjar MSc, dari 24 rumah sakit yang memiliki bahan radioaktif, baru sekitar 7 rumah sakit yang limbahnya disimpan di tempatnya. Beberapa rumah sakit masih menyimpan limbah radioaktifnya di tempat penyimpanan sementara di rumah sakit. Meski penyimpanan sementara ini tergolong cukup aman karena mendapatkan perizinan dan pengawasan ketat dari Bapeten, akan lebih baik jika limbah radioaktif itu disimpan ditempat semestinya yang aman dan terkelola dengan baik.
Membahayakan Kesehatan Manusia
Meski manfaatnya sangat luas, tak dipungkiri, tenaga nuklir
juga memiliki potensi bahaya yang tidak kecil bagi kesehatan maupun keselamatan
manusia. Penyakit-penyakit yang timbul akibat radiasi, misalnya kanker,
leukimia, rusaknya jaringan otak, serta kerugian fisik lainnya.
International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Health Organization (WHO), memberikan informasi menarik tentang luka yang akan timbul akibat terkena radiasi. Disebutkan, luka radiasi tidak memiliki tanda dan gejala yang khusus sehingga sangatlah penting bagi masyarakat atau dokter --terutama dokter umum-- untuk mengetahui efek dari kecelakaan radiasi.
Dijelaskan IAEA dan WHO, bahwa pancaran radiasi dapat berupa eksternal ke tubuh, yakni pancarannya ke seluruh tubuh atau terbatas untuk bagian besar atau bagian kecil di anggota tubuh. Bisa juga berupa internal karena kontaminasi dengan material radioaktif, jika termakan, terminum, terhirup, atau menempel di dalam luka. Pancaran itu sendiri dapat bersifat akut, berlarut-larut atau kecil, tergantung pada dosis radiasinya.
Jenis pancaran radiasi yang mungkin timbul dari sebuah kecelakaan, ada tiga macam. Pertama, Pancaran Seluruh Tubuh akibat penetrasi sumber radiasi yang termasuk fase prodromal awal dengan gejala, seperti mual, pusing, kemungkinan demam, dan mencret serta diikuti oleh sebuah periode laten dengan panjang beragam. Kemudian diikuti dengan periode kesakitan (illness) yang dikarakteristikkan oleh infeksi, pendarahan, dan gejala gastrointestinal.
Kedua, Pancaran Lokal. Pancaran ini tergantung seberapa besar dosis yang diterima dan biasanya memberikan tanda dan gejala pada area yang terkena pancaran berupa erythema, oedema, desquamation kering dan basah, blistering, pain, pembusukan, gangrene, atau kerontokan rambut. Luka-luka kulit lokal bertambah secara perlahan seiring waktu, lazimnya minggu atau bulan, dan jika dibiarkan akan menjadi sangat sakit. Metode pengobatannya pun bukan metode yang biasa.
International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Health Organization (WHO), memberikan informasi menarik tentang luka yang akan timbul akibat terkena radiasi. Disebutkan, luka radiasi tidak memiliki tanda dan gejala yang khusus sehingga sangatlah penting bagi masyarakat atau dokter --terutama dokter umum-- untuk mengetahui efek dari kecelakaan radiasi.
Dijelaskan IAEA dan WHO, bahwa pancaran radiasi dapat berupa eksternal ke tubuh, yakni pancarannya ke seluruh tubuh atau terbatas untuk bagian besar atau bagian kecil di anggota tubuh. Bisa juga berupa internal karena kontaminasi dengan material radioaktif, jika termakan, terminum, terhirup, atau menempel di dalam luka. Pancaran itu sendiri dapat bersifat akut, berlarut-larut atau kecil, tergantung pada dosis radiasinya.
Jenis pancaran radiasi yang mungkin timbul dari sebuah kecelakaan, ada tiga macam. Pertama, Pancaran Seluruh Tubuh akibat penetrasi sumber radiasi yang termasuk fase prodromal awal dengan gejala, seperti mual, pusing, kemungkinan demam, dan mencret serta diikuti oleh sebuah periode laten dengan panjang beragam. Kemudian diikuti dengan periode kesakitan (illness) yang dikarakteristikkan oleh infeksi, pendarahan, dan gejala gastrointestinal.
Kedua, Pancaran Lokal. Pancaran ini tergantung seberapa besar dosis yang diterima dan biasanya memberikan tanda dan gejala pada area yang terkena pancaran berupa erythema, oedema, desquamation kering dan basah, blistering, pain, pembusukan, gangrene, atau kerontokan rambut. Luka-luka kulit lokal bertambah secara perlahan seiring waktu, lazimnya minggu atau bulan, dan jika dibiarkan akan menjadi sangat sakit. Metode pengobatannya pun bukan metode yang biasa.
13
Ketiga, Pancaran Tubuh Sebagian. Di
sini jenis dan efeknya tergantung pada dosis dan volume bagian tubuh yang
mengalami pancaran radiasi. Biasanya tak ada gejala awal jika mengalami
kontaminasi internal kecuali dosisnya sangat tinggi atau berlebihan. Untuk
pancaran radiasi ini sangat jarang terjadi.
Pihak Terkait Harus Sepemahaman
Mengingat dampak yang ditimbulkan
dari kecelakaan radiasi sangat berbahaya, semua pihak yang terkait dengan
urusan ketenaganukliran haruslah searah dan sepemahaman. Catatan dari Bapeten
menjelaskan, kecelakaan-kecelakaan yang terjadi akibat radioaktif, disebabkan
adanya kecerobohan operator ataupun perangkat proteksi radiasi yang kurang
memadai dalam suatu fasilitas, sistem pengawasan nasional yang tidak mencukupi,
serta kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap zat radioaktif dan sumber
radiasi.
Badan Tenaga Atom Internasional (BTAI) sendiri mengeluarkan standar keselamatan radiasi yang sangat lengkap dan menyeluruh. Yang menarik adalah semua pihak harus memahami 3 prinsip dasar proteksi radiasi. Pertama, pembenaran. Artinya, kegiatan yang menggunakan zat radioaktif dan sumber radiasi harus memiliki manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko yang diterima. Kedua, optimisasi. Yaitu penerimaan pancaran radiasi diusahakan serendah-rendahnya dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi. Ketiga, pembahasan. Menentukan agar dosis radiasi total yang diterima seseorang tidak boleh melebihi angka yang ditetapkan badan pengawas.
Nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dalam standar yang disusun BTAI sendiri diturunkan dari 50 mSv pertahun menjadi 20 mSv (rata-rata dalam 5 tahun). Dan dalam satu tahun tidak boleh menerima lebih dari 50 mSv. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja serta masyarakat dalam pemanfaatan tenaga nuklir pada instalasi kesehatan, harus diperhatikan antara lain persyaratan desain, operasi, kalibrasi, dosimetri, dan jaminan kualitas. Masyarakat disamping pekerja mendapat perlindungan utama, nilai batas dosis dalam suatu kelompok kritis masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv/tahun dari 5 mSv/tahun.
Tampaknya memang perlu disimak sepenggal catatan yang ditulis Dahlia Cakrawati dari Direktorat Peraturan Keselamatan Nuklir. Jika kita memang ingin bersama-sama mencegah kecelakaan radiasi, maka itikad baik dan kesungguhan dari pihak pemegang izin maupun pengawas adalah mutlak. Di satu sisi, aparat badan pengawas diwajibkan dapat mengevaluasi dan menginspeksi pemegang izin secara profesional, objektif, dan bebas dari konflik kepentingan. Di sisi lain, pihak pemegang izin perlu berupaya semaksimal mungkin untuk menerapkan budaya keselamatan dan kualitas, serta melaksanakan persyaratan perizinan.
Radioaktif bukanlah politik yang bisa dibuat mainan dan guyonan. Keseriusan untuk mengelolanya adalah sebuah keharusan, sebab jutaan nyawa bisa terancam karenanya. Bak pisau bermata dua, di satu sisi radioaktif sangatlah bermanfaat bagi kehidupan manusia, di sisi lain mengundang resiko kecelakaan yang sangat berbahaya. Sehingga, sangatlah wajar jika Bapeten melakukan langkah ketat dan taktis dalam soal pengawasan radioaktif di berbagai instansi terutama di rumah sakit. Pengawasan tersebut meliputi pengadaan, instalasi, pengoperasian, pengolahan limbah sementara, pengaturan, perizinan, dan inspeksi.
Badan Tenaga Atom Internasional (BTAI) sendiri mengeluarkan standar keselamatan radiasi yang sangat lengkap dan menyeluruh. Yang menarik adalah semua pihak harus memahami 3 prinsip dasar proteksi radiasi. Pertama, pembenaran. Artinya, kegiatan yang menggunakan zat radioaktif dan sumber radiasi harus memiliki manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko yang diterima. Kedua, optimisasi. Yaitu penerimaan pancaran radiasi diusahakan serendah-rendahnya dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi. Ketiga, pembahasan. Menentukan agar dosis radiasi total yang diterima seseorang tidak boleh melebihi angka yang ditetapkan badan pengawas.
Nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dalam standar yang disusun BTAI sendiri diturunkan dari 50 mSv pertahun menjadi 20 mSv (rata-rata dalam 5 tahun). Dan dalam satu tahun tidak boleh menerima lebih dari 50 mSv. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja serta masyarakat dalam pemanfaatan tenaga nuklir pada instalasi kesehatan, harus diperhatikan antara lain persyaratan desain, operasi, kalibrasi, dosimetri, dan jaminan kualitas. Masyarakat disamping pekerja mendapat perlindungan utama, nilai batas dosis dalam suatu kelompok kritis masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv/tahun dari 5 mSv/tahun.
Tampaknya memang perlu disimak sepenggal catatan yang ditulis Dahlia Cakrawati dari Direktorat Peraturan Keselamatan Nuklir. Jika kita memang ingin bersama-sama mencegah kecelakaan radiasi, maka itikad baik dan kesungguhan dari pihak pemegang izin maupun pengawas adalah mutlak. Di satu sisi, aparat badan pengawas diwajibkan dapat mengevaluasi dan menginspeksi pemegang izin secara profesional, objektif, dan bebas dari konflik kepentingan. Di sisi lain, pihak pemegang izin perlu berupaya semaksimal mungkin untuk menerapkan budaya keselamatan dan kualitas, serta melaksanakan persyaratan perizinan.
Radioaktif bukanlah politik yang bisa dibuat mainan dan guyonan. Keseriusan untuk mengelolanya adalah sebuah keharusan, sebab jutaan nyawa bisa terancam karenanya. Bak pisau bermata dua, di satu sisi radioaktif sangatlah bermanfaat bagi kehidupan manusia, di sisi lain mengundang resiko kecelakaan yang sangat berbahaya. Sehingga, sangatlah wajar jika Bapeten melakukan langkah ketat dan taktis dalam soal pengawasan radioaktif di berbagai instansi terutama di rumah sakit. Pengawasan tersebut meliputi pengadaan, instalasi, pengoperasian, pengolahan limbah sementara, pengaturan, perizinan, dan inspeksi.
Tips
untuk Para Dokter
Jika seorang dokter mendapatkan pasien yang diduga kuat terkena kecelakaan radiasi, langkah yang harus dilakukan adalah:
• Jika pasien memiliki luka atau kesakitan yang konvensional, yang diperlukan adalah tindakan dan perlakukan yang normal. Perlu diketahui, bahwa radiasi tidaklah secara cepat menghasilkan gejala yang mengancam kehidupan.
• Perlu diketahui juga, pasien yang mengalami luka karena radiasi tidak menimbulkan resiko bagi dokter.
• Janganlah menyentuh terhadap benda yang tidak terlalu dikenal milik pasien dan pindahkan staf dan pasien ke ruangan lain sampai sifat dari benda tersebut ditentukan oleh petugas proteksi radiasi.
• Jika diduga adanya kontaminasi maka singkirkan jauh-jauh bahan tersebut dengan menggunakan prosedur isolasi. Hubungi penanggung jawab radiasi atau petugas proteksi radiasi untuk memonitor bahan tersebut.
• Lakukan pengujian darah secara lengkap, ulangi setiap 4 sampai 6 jam dalam sehari. Cari adanya penurunan jumlah absolut lymphocyte jika pancaran masih dini. Jika jumlah awal sel darah putih dan angka partikel secara abnormal rendah pada saat yang sama, kemungkinan pasien telah terpancar radiasi 3 atau 4 minggu lebih awal.
• Langkah terakhir, laporkan kepada penanggung jawab kesehatan dan petugas proteksi radiasi jika didiagnosa atau diduga merupakan luka/efek dari kecelakaan radiasi.
Jika seorang dokter mendapatkan pasien yang diduga kuat terkena kecelakaan radiasi, langkah yang harus dilakukan adalah:
• Jika pasien memiliki luka atau kesakitan yang konvensional, yang diperlukan adalah tindakan dan perlakukan yang normal. Perlu diketahui, bahwa radiasi tidaklah secara cepat menghasilkan gejala yang mengancam kehidupan.
• Perlu diketahui juga, pasien yang mengalami luka karena radiasi tidak menimbulkan resiko bagi dokter.
• Janganlah menyentuh terhadap benda yang tidak terlalu dikenal milik pasien dan pindahkan staf dan pasien ke ruangan lain sampai sifat dari benda tersebut ditentukan oleh petugas proteksi radiasi.
• Jika diduga adanya kontaminasi maka singkirkan jauh-jauh bahan tersebut dengan menggunakan prosedur isolasi. Hubungi penanggung jawab radiasi atau petugas proteksi radiasi untuk memonitor bahan tersebut.
• Lakukan pengujian darah secara lengkap, ulangi setiap 4 sampai 6 jam dalam sehari. Cari adanya penurunan jumlah absolut lymphocyte jika pancaran masih dini. Jika jumlah awal sel darah putih dan angka partikel secara abnormal rendah pada saat yang sama, kemungkinan pasien telah terpancar radiasi 3 atau 4 minggu lebih awal.
• Langkah terakhir, laporkan kepada penanggung jawab kesehatan dan petugas proteksi radiasi jika didiagnosa atau diduga merupakan luka/efek dari kecelakaan radiasi.
Apabila ada makhluk hidup yang
terkena radiasi atom nuklir yang berbahaya biasanya akan terjadi mutasi gen
karena terjadi perubahan struktur zat serta pola reaksi kimia yang merusak
sel-sel tubuh makhluk hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan atau binatang.
Efek serta Akibat yang ditimbulkan oleh radiasi zat radioaktif pada umat manusia seperti berikut di bawah ini :
Efek serta Akibat yang ditimbulkan oleh radiasi zat radioaktif pada umat manusia seperti berikut di bawah ini :
1.
Pusing-pusing
2. Nafsu makan berkurang atau hilang
3. Terjadi diare
4. Badan panas atau demam
5. Berat badan turun
6. Kanker darah atau leukimia
7. Meningkatnya denyut jantung atau nadi
8. Daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang penyakit akibat sel darah putih yang jumlahnya berkurang
2. Nafsu makan berkurang atau hilang
3. Terjadi diare
4. Badan panas atau demam
5. Berat badan turun
6. Kanker darah atau leukimia
7. Meningkatnya denyut jantung atau nadi
8. Daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang penyakit akibat sel darah putih yang jumlahnya berkurang
4.1
Apa itu limbah radioaktif ?
Ada beberapa pengertian limbah radioaktif :
1. Zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan atau
2. Bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, dan sudah tidak dapat difungsikan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
4.2 Ada berapa jeniskah limbah radioaktif ?
Jenis limbah radioaktif :
-Dari segi besarnya aktivitas dibagi dalam limbah aktivitas tinggi, aktivitas sedang dan aktivitas rendah.
-Dari umurnya di bagi menjadi limbah umur paruh panjang, dan limbah umur paruh pendek.
-Dari bentuk fisiknya dibagi menjadi limbah padat, cair dan gas.
4.3 Berasal darimanakah limbah radioaktif ?
Limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk keperluan industri dan rumah sakit.
4.4 Bagaimana cara mengelola limbah radioaktif ?
Ada beberapa pengertian limbah radioaktif :
1. Zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan atau
2. Bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif, dan sudah tidak dapat difungsikan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
4.2 Ada berapa jeniskah limbah radioaktif ?
Jenis limbah radioaktif :
-Dari segi besarnya aktivitas dibagi dalam limbah aktivitas tinggi, aktivitas sedang dan aktivitas rendah.
-Dari umurnya di bagi menjadi limbah umur paruh panjang, dan limbah umur paruh pendek.
-Dari bentuk fisiknya dibagi menjadi limbah padat, cair dan gas.
4.3 Berasal darimanakah limbah radioaktif ?
Limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk keperluan industri dan rumah sakit.
4.4 Bagaimana cara mengelola limbah radioaktif ?
Limbah radioaktif dikelola
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan masyarakat, pekerja dan lingkungan,
baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Cara
pengelolaannya dengan mengisolasi limbah tersebut dalam suatu wadah yang
dirancang tahan lama yang ditempatkan dalam suatu gedung penyimpanan sementara
sebelum ditetapkan suatu lokasi penyimpanan permanennya.
Apabila dimungkinkan pengurangan volume limbah maka dilakukan proses reduksi volume, misalnya menggunakan evaporator untuk limbah cair, pembakaran untuk limbah padat maupun cair yang dibakar, ataupun pemanfaatan untuk limbah padat yang bisa dimanfaatkan. Penyimpanan permanen dapat berupa tempat di bawah tanah dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk limbah aktivitas tinggi dan waktu paruh panjang, atau dekat permukaan tanah dengan kedalaman hanya beberapa puluh meter untuk limbah aktivitas rendah-sedang. Bahan radioaktif dapat dihasilkan dari kegiatan nuklir maupun kegiatan non-nuklir.
Dari kegiatan nuklir, karena berurusan dengan penggunaan bahan radioaktif maka sudah barang tentu limbah radioaktif akan dihasilkan. Kegiatan nuklir yang dimaksud antara lain seperti pengoperasian reaktor riset, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir (BBN) bekas dan dekomisioning instalasi/fasilitas nuklir. Sedangkan yang bukan berasal dari kegiatan nuklir atau biasa dikaitkan dengan apa yang disebut dengan NORM (Naturally Occurring Radioactive Material), dan TENORM (Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material). NORM merupakan bahan radioaktif yang sudah ada di alam yang secara sadar atau tidak sadar merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Apabila dimungkinkan pengurangan volume limbah maka dilakukan proses reduksi volume, misalnya menggunakan evaporator untuk limbah cair, pembakaran untuk limbah padat maupun cair yang dibakar, ataupun pemanfaatan untuk limbah padat yang bisa dimanfaatkan. Penyimpanan permanen dapat berupa tempat di bawah tanah dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk limbah aktivitas tinggi dan waktu paruh panjang, atau dekat permukaan tanah dengan kedalaman hanya beberapa puluh meter untuk limbah aktivitas rendah-sedang. Bahan radioaktif dapat dihasilkan dari kegiatan nuklir maupun kegiatan non-nuklir.
Dari kegiatan nuklir, karena berurusan dengan penggunaan bahan radioaktif maka sudah barang tentu limbah radioaktif akan dihasilkan. Kegiatan nuklir yang dimaksud antara lain seperti pengoperasian reaktor riset, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir (BBN) bekas dan dekomisioning instalasi/fasilitas nuklir. Sedangkan yang bukan berasal dari kegiatan nuklir atau biasa dikaitkan dengan apa yang disebut dengan NORM (Naturally Occurring Radioactive Material), dan TENORM (Technologically-Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material). NORM merupakan bahan radioaktif yang sudah ada di alam yang secara sadar atau tidak sadar merupakan bagian dari kehidupan manusia.
NORM terdapat di mana-mana, karena hampir semua bahan
alami, baik dalam tubuh, makanan, ataupun di lingkungan sedikit banyak
mengandung bahan radioaktif alami.
TENORM adalah bahan radioaktif yang diambil dari alam (batuan, tanah, dan mineral) dan terkonsentrasi atau naik kandungan radioaktivitasnya sebagai akibat dari kegiatan industri. TENORM dijumpai di pertambangan uranium, pabrik produksi pupuk fosfat, produksi minyak dan gas, produksi energi geotermal. Regulasi pengelolaan NORM dan TENORM di beberapa negara maju telah ditetapkan, namun belum ada guideline dari IAEA.
Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan sebagai tindakan pencegahan terhadap timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup. Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari dan pembuangan limbah (disposal). Dalam pengelolaan limbah radioaktif sesuai ketentuan yang berlaku diterapkan program pemantauan lingkungan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga keselamatan masyarakat dan lingkungan dari potensi dampak radiologik yang ditimbulkan selalu berada dalam batas keselamatan yang direkomendasikan secara nasional maupun internasional.
Dalam pemanfatan iptek untuk berbagai tujuan selalu ditimbulkan sisa proses/limbah, karena efisiensi tidak pernah mencapai 100%. Demikian juga dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek nuklir selalu akan ditimbulkan limbah radioaktif sebagai sisa proses. Limbah radioaktif yang ditimbulkan harus dikelola dengan baik dan tepat agar tidak mencemari lingkungan, karena berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di negara maju, ditunjukkan bahwa pembersihan lingkungan (clean up) akibat terjadinya pencemaran oleh limbah radioaktif membutuhkan biaya 10 sampai 100 kali lebih besar dibandingkan bila biaya pengelolaan limbah tersebut secara baik.
Dalam pemanfaatan iptek nuklir, minimisasi limbah diterapkan mulai dari perencanaan, pemanfaatan (selama operasi) dan setelah masa operasi (pasca operasi). Pada tahap awal/perencanaan pemanfaatan iptek nuklir diterapkan azas justifikasi, yaitu “tidak dibenarkan memanfaatkan suatu iptek nuklir yang menyebabkan perorangan atau anggota masyarakat menerima paparan radiasi bila tidak menghasilkan suatu manfaat yang nyata”. Dengan menerapkan azas justifikasi berarti telah memimisasi potensi paparan radiasi dan kontaminasi serta membatasi limbah serta dampak lainnya yang akan ditimbulkan pada sumbernya. Selain penerapan azas justifikasi atas suatu pemanfaatan iptek nuklir, pemanfaatan iptek nuklir tersebut harus lebih besar manfaatnya dibandingkan kerugian yang akan ditimbulkannya, dan dalam pembangunan dan pengoperasiannya harus mendapat izin lokasi, pembangunan, dan pengoperasian dari Badan Pengawas (dalam hal ini BAPETEN di Indonesia).\
Limbah radioaktif yang ditimbulkan dari pemanfaatan iptek nuklir umumnya dikelompokkan ke dalam limbah tingkat rendah (LTR), tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Pengelompokan ini didasarkan kebutuhan isolasi limbah untuk jangka waktu yang panjang dalam upaya melindungi pekerja radiasi, lingkungan hidup, masyarakat dan generasi yang akan datang. Pengelompokan ini merupakan strategi awal dalam pengelolaan limbah radioaktif. Sistem pengelompokan limbah di tiap negara umumnya berbeda-beda sesuai dengan tuntutan keselamatan/peraturan yang berlaku di masing-masing negara.
TENORM adalah bahan radioaktif yang diambil dari alam (batuan, tanah, dan mineral) dan terkonsentrasi atau naik kandungan radioaktivitasnya sebagai akibat dari kegiatan industri. TENORM dijumpai di pertambangan uranium, pabrik produksi pupuk fosfat, produksi minyak dan gas, produksi energi geotermal. Regulasi pengelolaan NORM dan TENORM di beberapa negara maju telah ditetapkan, namun belum ada guideline dari IAEA.
Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan sebagai tindakan pencegahan terhadap timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup. Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari dan pembuangan limbah (disposal). Dalam pengelolaan limbah radioaktif sesuai ketentuan yang berlaku diterapkan program pemantauan lingkungan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga keselamatan masyarakat dan lingkungan dari potensi dampak radiologik yang ditimbulkan selalu berada dalam batas keselamatan yang direkomendasikan secara nasional maupun internasional.
Dalam pemanfatan iptek untuk berbagai tujuan selalu ditimbulkan sisa proses/limbah, karena efisiensi tidak pernah mencapai 100%. Demikian juga dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek nuklir selalu akan ditimbulkan limbah radioaktif sebagai sisa proses. Limbah radioaktif yang ditimbulkan harus dikelola dengan baik dan tepat agar tidak mencemari lingkungan, karena berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di negara maju, ditunjukkan bahwa pembersihan lingkungan (clean up) akibat terjadinya pencemaran oleh limbah radioaktif membutuhkan biaya 10 sampai 100 kali lebih besar dibandingkan bila biaya pengelolaan limbah tersebut secara baik.
Dalam pemanfaatan iptek nuklir, minimisasi limbah diterapkan mulai dari perencanaan, pemanfaatan (selama operasi) dan setelah masa operasi (pasca operasi). Pada tahap awal/perencanaan pemanfaatan iptek nuklir diterapkan azas justifikasi, yaitu “tidak dibenarkan memanfaatkan suatu iptek nuklir yang menyebabkan perorangan atau anggota masyarakat menerima paparan radiasi bila tidak menghasilkan suatu manfaat yang nyata”. Dengan menerapkan azas justifikasi berarti telah memimisasi potensi paparan radiasi dan kontaminasi serta membatasi limbah serta dampak lainnya yang akan ditimbulkan pada sumbernya. Selain penerapan azas justifikasi atas suatu pemanfaatan iptek nuklir, pemanfaatan iptek nuklir tersebut harus lebih besar manfaatnya dibandingkan kerugian yang akan ditimbulkannya, dan dalam pembangunan dan pengoperasiannya harus mendapat izin lokasi, pembangunan, dan pengoperasian dari Badan Pengawas (dalam hal ini BAPETEN di Indonesia).\
Limbah radioaktif yang ditimbulkan dari pemanfaatan iptek nuklir umumnya dikelompokkan ke dalam limbah tingkat rendah (LTR), tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Pengelompokan ini didasarkan kebutuhan isolasi limbah untuk jangka waktu yang panjang dalam upaya melindungi pekerja radiasi, lingkungan hidup, masyarakat dan generasi yang akan datang. Pengelompokan ini merupakan strategi awal dalam pengelolaan limbah radioaktif. Sistem pengelompokan limbah di tiap negara umumnya berbeda-beda sesuai dengan tuntutan keselamatan/peraturan yang berlaku di masing-masing negara.
Pengelompokan limbah dapat dilakukan
selain berdasarkan tingkat aktivitasnya, juga dapat berdasarkan waktu paruh
(T1/2), panas gamma yang ditimbulkan dan kandungan radionuklida alpha yang
terdapat dalam limbah. Di Indonesia, sesuai Pasal 22 ayat 2, U.U. No. 10/1997,
limbah radioaktif berdasarkan aktivitasnya diklasifikasikan dalam jenis limbah
radioaktif tingkat rendah (LTR), tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT).
Berdasarkan aktivitasnya dikelompokkan menjadi
- limbah aktivitas rendah (10-6Ci/m3 <> 104Ci/m3)
- limbah aktivitas rendah (10-6Ci/m3 <> 104Ci/m3)
Bab VI
Teknologi Pengolahan Limbah
Tujuan utama pengolahan limbah
adalah mereduksi volume dan kondisioning limbah, agar dalam penanganan
selanjutnya pekerja radiasi, anggota masyarakat dan lingkungan hidup aman dari
paparan radiasi dan kontaminasi. Teknologi pengolahan yang umum digunakan
antara lain adalah:
Teknologi alih-tempat (dekontaminasi, filtrasi, dll.)
Teknologi pemekatan (evaporasi, destilasi, dll.)
Teknologi transformasi (insinerasi, kalsinasi)
Teknologi kondisioning (integrasi
dengan wadah, imobilisasi, adsorpsi/absorpsi)
Limbah yang telah mengalami reduksi volume selanjutnya dikondisioning dalam matriks beton, aspal, gelas, keramik, synrock, dan matrik lainnya, agar zat radioaktif yang terkandung terikat dalam matriks sehingga tidak mudah terlindi dalam kurun waktu yang relatif lama (ratusan/ribuan tahun) bila limbah tersebut disimpan secara lestari/di disposal ke lingkungan. Pengolahan limbah ini bertujuan agar setelah ratusan/ribuan tahun sistem disposal ditutup (closure), hanya sebagian kecil radionuklida waktu-paruh (T1/2) panjang yang sampai ke lingkungan hidup (biosphere), sehingga dampak radiologi yang ditimbulkannya minimal dan jauh di bawah NBD (nilai batas dosis) yang ditolerir untuk anggota masyarakat.
Limbah yang telah mengalami reduksi volume selanjutnya dikondisioning dalam matriks beton, aspal, gelas, keramik, synrock, dan matrik lainnya, agar zat radioaktif yang terkandung terikat dalam matriks sehingga tidak mudah terlindi dalam kurun waktu yang relatif lama (ratusan/ribuan tahun) bila limbah tersebut disimpan secara lestari/di disposal ke lingkungan. Pengolahan limbah ini bertujuan agar setelah ratusan/ribuan tahun sistem disposal ditutup (closure), hanya sebagian kecil radionuklida waktu-paruh (T1/2) panjang yang sampai ke lingkungan hidup (biosphere), sehingga dampak radiologi yang ditimbulkannya minimal dan jauh di bawah NBD (nilai batas dosis) yang ditolerir untuk anggota masyarakat.
5.1 Apa bahayanya limbah radioaktif ?
Karena limbah memancarkan radiasi,
maka apabila tidak diisolasi dari masyarakat dan lingkungan maka radiasi limbah
tersebut dapat mengenai manusia dan lingkungan. Misalnya, limbah radioaktif
yang tidak dikelola dengan baik meskipun telah disimpan secara permanen di
dalam tanah, radionuklidanya dapat terlepas ke air tanah dan melalui jalur air
tanah tersebut dapat sampai kemanusia.
Bahaya radiasi adalah, radiasi dapat melakukan ionisasi dan merusak sel organ tubuh manusia. Kerusakan sel tersebut mampu menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh. Disamping itu, sel-sel yang masih tetap hidup namun mengalami perubahan, dalam jangka panjang kemungkinan menginduksi adanya tumor atau kanker. Ada kemungkinan pula bahwa kerusakan sel akibat radiasi mengganggu fungsi genetika manusia, sehingga keturunannya mengalami cacat.
Bahaya radiasi adalah, radiasi dapat melakukan ionisasi dan merusak sel organ tubuh manusia. Kerusakan sel tersebut mampu menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh. Disamping itu, sel-sel yang masih tetap hidup namun mengalami perubahan, dalam jangka panjang kemungkinan menginduksi adanya tumor atau kanker. Ada kemungkinan pula bahwa kerusakan sel akibat radiasi mengganggu fungsi genetika manusia, sehingga keturunannya mengalami cacat.
5.2 Apakah limbah radioaktif yang telah diolah bisa dibuang ke lingkungan ?
Limbah radioaktif sebagian dapat
dibuang ke lingkungan apabila kandungannya (konsentrasi dan radioaktivitasnya)
telah dibawah batas ambang yang ditetapkan oleh Pemerintah (Badan Pengawas
Tenaga Nuklir, BAPETEN). Namun sebagian lagi karena aktivitasnya dan umurnya
panjang maka harus disimpan dalam jangka yang sangat panjang.
5.3 Adakah hubungan limbah radioaktif dengan Limbah B3 ?
Sebenarnya definisi, limbah
radioaktif adalah bagian dari limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), namun
ada kalanya sebagian masyarakat membedakan kedua jenis limbah tersebut.
Menurut pandangan terakhir ini,
terdapat istilah ‘mixed waste’ (limbah campuran), yaitu limbah yang mengandung
campuran unsur radioaktif sekaligus B3. Sebagai contoh, dalam proses pembuatan
bahan bakar uranium, terdapat limbah yang mengandung asam (B3) dan radionuklida
sekaligus. Sehingga dalam penanganannya, kedua sifat bahaya tersebut (B3 dan
radioaktif) harus selalu dipertimbangkan.
5.4 Siapakah yang bertanggung jawab mengelola limbah radioaktif ?
Pengelolaan limbah radioaktif
didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pengolahan,
penyimpanan sementara serta penyimpanan secara permanen. Apabila badan pengawas
mengijinkan, maka kegiatan pengelolaan tersebut sebagian boleh dilaksanakan
oleh pihak penghasil limbah radioaktif, yaitu dari pengumpulan sampai
penyimpanan sementara. Namun penyimpanan permanen dilaksanakan oleh BATAN.
Apabila penghasil limbah radioaktif tidak mampu melaksanakan kegiatan sebagian
pengelolaan tersebut, maka pengelolaan limbah radioaktif sepenuhnya kewajiban
BATAN.
Badan yang melakukan pengawasan
adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang terpisah dari badan
pelaksana (BATAN). Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran.
5.5 Adakah dasar hukum yang mengatur mengenai limbah radioaktif ?
Dasar hukum yang mengatur limbah
radioaktif adalah Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,
serta Peraturan pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.
5.6 Berapakah biaya pengolahan limbah Radioaktif ?
Biaya limbah tersebut sangat
bergantung pada jenis limbahnya. Terdapat perbedaan biaya antara limbah
radioaktif cair, padat terbakar, padat terkompaksi dan sebagainya.
Seluruh tarif tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan pemerintah No. 16 tahun 2001. Sebagai contoh biaya pengolahan limbah radioaktif cair untuk aktivitas rendah dan sedang adalah Rp. 7300,- perliter, sedangkan limbah sumber bekas jarum Ra-226 dari rumah sakit sebesar Rp.466.000,- perjarum.
Tarif tersebut secara periodik ditinjau dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan teknologi serta perubahan ekonomi yang terjadi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa daerah disekitar limbah memilki jumlah cacahan permenit yang lebih besar dibandingkan daerah bunker ataupun daerah alam terbuka.ini menunjukan bahwa daerah disekitar limbah memiliki aktivitas radioaktif yang cukup besar, daerah disekitar bunker memiliki jumlah cacahan permenit yang sama dengan daerah alam terbuka. Pemantauan atau monitoring terhadap nanturally occuring radioactive materials atau sering disebut dengan NORM dapat dilakukan salah satunya dengan cara pengukuran konsentrasi partikulat radioaktif diudara. Partikulat radioaktif adalah partikel-partikel radioaktif yang ada di alam yang keberadaanya menyatu dengan udara, seperti debu radioaktif. Pengukuran konsentrasi partikulat radioaktif diudara dapat diketahui dengan jalan melakukan pencacahan terhadap suatu lokasi yang akan diukur konsentrasinya, pencacahan ini bertujuan untuk mengetahui cacahan awal, waktu paro dan jenis dari suatu radionuklida yang berada pada suatu sampel penelitian.
Seluruh tarif tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan pemerintah No. 16 tahun 2001. Sebagai contoh biaya pengolahan limbah radioaktif cair untuk aktivitas rendah dan sedang adalah Rp. 7300,- perliter, sedangkan limbah sumber bekas jarum Ra-226 dari rumah sakit sebesar Rp.466.000,- perjarum.
Tarif tersebut secara periodik ditinjau dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan teknologi serta perubahan ekonomi yang terjadi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa daerah disekitar limbah memilki jumlah cacahan permenit yang lebih besar dibandingkan daerah bunker ataupun daerah alam terbuka.ini menunjukan bahwa daerah disekitar limbah memiliki aktivitas radioaktif yang cukup besar, daerah disekitar bunker memiliki jumlah cacahan permenit yang sama dengan daerah alam terbuka. Pemantauan atau monitoring terhadap nanturally occuring radioactive materials atau sering disebut dengan NORM dapat dilakukan salah satunya dengan cara pengukuran konsentrasi partikulat radioaktif diudara. Partikulat radioaktif adalah partikel-partikel radioaktif yang ada di alam yang keberadaanya menyatu dengan udara, seperti debu radioaktif. Pengukuran konsentrasi partikulat radioaktif diudara dapat diketahui dengan jalan melakukan pencacahan terhadap suatu lokasi yang akan diukur konsentrasinya, pencacahan ini bertujuan untuk mengetahui cacahan awal, waktu paro dan jenis dari suatu radionuklida yang berada pada suatu sampel penelitian.
Hasil penelitian dapat
diperoleh kesimpulan yaitu Partikel Radioaktif alam yang ditemukan dikawasan
BATAN Pasar jumat adalah Pb-214 dan Bi-214 yang merupakan deret Uranium yang
mempunyai waktu paro berumur pendek, Konsentrasi Partikulat Radioaktif Pb-214
dan Bi-214 dilokasi limbah memiliki aktifitas yang tinggi dengan nilai KPR yang
lebih besar dibandingkan nilai KPR dilokasi yang bunker dan alam terbuka, dan
perubahan konsentrasi NORM dipengaruhi oleh aktifitas partikulat radioaktif
alam yang diakibatkan oleh TENORM yaitu adanya sumber radioaktif. Tingkat
radiasi untuk daerah limbah, bunker, dan alam terbuka tergolong rendah dengan
demikian ketiga daerah tersebut dinyatakan aman dari radiasi. Berdasarkan hasil
penelitian, maka penelitian perlu dilakukan dilokasi yang memiliki aktifitas
yang radioaktifnya besar misalnya di industri kilang minyak, industri batu bara
dan industri-industri lain yang menghasilkan limbah radioaktif, bagi masyarakat
diharapkan untuk lebih mengetahui tingkat radiasi bagi kesehatan tubuh, dan
bagi pemerintah hendaknya memberi peringatan untuk daerah yang memiliki tingkat
energi radiasi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
www.radioaktif.com
www.wikipedia.co.id
www.limbahradioaktif.com
radioaktif/bahaya%20radioaktif.htm
www.pencemaranlimbah.com
www.departemenkesehatan.com
www.radioaktif.com
www.wikipedia.co.id
www.limbahradioaktif.com
radioaktif/bahaya%20radioaktif.htm
www.pencemaranlimbah.com
www.departemenkesehatan.com